Catatan Dampar #2

 

Allahumma saget nulis

Saya tidak tahu dari mana asalnya keinginan menulis. Awalnya saya menduga semenjak saya suka dengan buku. Ketika SD ada perpustakaan. Bukunya terbatas masih berupa cerita-cerita pendek tentang pemeliharaan ikan, kelinci dan lain-lain. baru ketika MTs saya mulai berkenalan dengan buku kembali. Saya masih ingat novel pertama yang saya baca Sang Pemimpi. Buku seri kedua dari tetralogi Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Menginjak Aliyah minat itu masih saya jalankan meski tidak intens karena sibuk berorganisasi.

Bapak dulu pernah pernah bercerita kalau mengidolakan Prof Quraish Syihab dan Najwa Shihab. Beliaulah yang mengajarkan saya tentang wawasan luas. Dari orang tua memang tidak ada ada darah menulis. Bapak orang teknik yang terkenal pandai mengoperasikan mesin bubut. Ibu keseharian dulu bekerja di pabrik dan sempat lama menjadi TKI begitu juga kakak. Rasanya belum ada bayangan untuk jadi penulis. Berdasarkan riwayat keluarga.

Penulis terkenal mulai saya kenal  beserta tulisan-tulisannnya seperti Dahlan Iskan dan Ahmad Fuadi.Tanpa terasa bacaan-bacaan tersebut merasuk ke alam bawah sadar dan menjadi nilai yang saya anut. Bayangan ideal dalam novel memang cocok untuk saat itu wkwkwkwk.

Di jogja godaan semakin besar. Lingkungan yang mendukung dan buku yang semakin banyak membuat sayapun ingin jadi penulis. Bacaan saya lebih berkembang. Pandangan juga tidak seideal yang dulu karena terpengaruh oleh penulis-penulis pergerakan dan perjuangan bak Pramoedya Ananta Toer dan Emha Ainun Najib.

Disitu nama Dahlan Iskan lama tidak saya dengar. Baru pada akhir 2019 muncul beliau dan podcastnya di youtube. Kangen ini sepertinya terobati. Mengingat dulu setiap katanya saya catat di buku. Hingga kini saya terus mengikuti tulisannya hampir setiap hari.

Pengalaman bertemu penulis juga belum banyak. Pada waktu aliyah pernah bertemu mbak Khilma Anis penulis novel Hati Suhita yang terkenal di kalangan pesantren itu. kemudian saat kuliah aku memaksakan bertemu Andrea Hirata. Waktu itu sedang bedah bukunya yang terbaru Orang-Orang Biasa. Beruntung aku juga mendapat tanda tangan dan berfoto langsung dengannya. Rasanya puas sekali.

Menulis memang tidak menjamin kaya dan sukses. Tapi bagi saya menulis sebagai cara saya belajar seumur hidup.

Komentar